Artikel Acak:
Home » , » Resensi : Soulmate 12 Penyair Tasikmalaya

Resensi : Soulmate 12 Penyair Tasikmalaya


Judul Buku : Soulmate 12 Penyair Tasikmalaya
Penulis : 12 Penyair Komunitas Cermin Tasikmalaya
Penerbit : MIT (Media Inskripsi Transkultural)
Harga : 40.000


Dunia adalah puisi dengan berbagai kata dan bahasa di dalamnya yang tidak surut oleh musim sekalipun. Ia senantiasa ada untuk menumbuhkan pembaruan-pembaruan yang nyata, baik itu halus dan kasar. Teringat kata Cak Nun, bahwa tugas seorang penulis itu adalah mencari pembaruan, maka tak hentinya manusia terus mencari dan mencari sesuatu dengan kata dan bahasa yang mereka miliki. 

Persoalan puisi tidaklah sekedar pengungkapan bahasa, tidak semata menumpuk metafora atau sekedar mencurahkan emosi. Dalam hal ini puisi memiliki sesuatu yang beda. Salah satunya yaitu energi yang tidak dapat digambarkan dengan kata atau bahasa.

Puisi mampu mengeksplorasi semua ruang dalam pikir, hati, jiwa serta batin penyair secara detail dan mendalam, begitu ucap Pengantar Apresiasi; Bode Riswandi (Dosen Universitas Siliwangi, penyair, serta pengusaha). Sehingga penyair mampu menghidupkan dunia mereka sendiri.
Seperti halnya duabelas penyair Tasikmalaya yang terangkum dalam Soulmate. Mereka dengan kecerdasan, kejelian serta pengalaman puitis yang bervariatif, mampu menghidupkan dunianya. 

Berlatar belakang berbeda, dunia dalam tulisan pun berbeda juga. Baik itu tentang agama, cinta, sosial, atau hal yang lebih menguak kepada diri penyair itu sendiri. Eksplorasi pun dilakukan duabelas penyair ini yang terdiri dari 4 perempuan kaum feminis (Erni Agustin Rahayu, Ria Arista Budhiarti, Qeis Surya Sangkala, Syifa Agnia YR) dan 8 dari genre maskulin ( Aan A. Farhan, Afiat Kakapa, A. Mahrus Moh. MS., Ashmansyah Timutiah, Agus Dwi Rusmianto, John Heryanto, Tatang Rudiana Alghifari, Yadi Riadi). Penyair mencoba membuka kegelisahannya serta protes sosial yang mereka rasakan, seperti pada karya A. Mahrus Moh MS. Dia bercerita tentang suatu daerah di kota Tasikmalaya yang sekarang sangat ia rindukan suasananya. Atau pada kegelisahan Syifa Agnia YR tentang dialog pencarian diri dengan tuhannya. Atau Aan A. Farhan dengan latar belakang ia adalah seorang aktifis, ulama juga, hingga mampu bertutur dengan bahasa langit dan idiom-idiom timur tengah. Atau kita juga bakal menemui puisi yang bisa dibilang full puitis pada karyanya Erni Agustin Rahayu, Yadi Riadi pada sesi Tiga Penyair Kamar. Dengan lantun dan sangat manis sekali dua genre yang berbeda ini sangat apik mengolah kata dan bahasa dari pengalaman dunia dan jiwa mereka tentang cinta, pencarian jati diri serta ketuhanan. Dalam Soulmate ini juga, kita akan menemukan karya yang dihasilkan dari ledakan-ledakan jiwa serta kegelisahan dalam diri penyair. Ada juga protes yang santun dituturkan penyair. Seperti dalam karya John Heryanto dengan emosi yang meledak. 

Duabelas penyair mungkin akan atau telah menemukan bentuk dunianya seperti apa. Atau juga masih meraba-raba dalam proses pencariannya. Saya semakin larut ketika disuguhi Soulmate. Apalagi membaca karya Ashmansyah Timutiah dan Ria Arista Budhiarti, dengan bahasa dan kata yang sederhana tapi membangun dunia kata yang sangat renyah dan enak dinikmati. Memang benar adanya bahwa penyair tidak terlepas dari realitas sosial sekitarnya. Puisi dari duabelas ini adalah ibarat pelepas dahaga bagi para penulis muda, termasuk saya. Karena di dalam Soulmate ini, bermacam tema dalam karakter dunia yang bervariasi bisa menjadi bahan untuk penulisan. Dan untuk para penyair muda, jangan berhenti berproses, sebab proses itu adalah yang menjadikan kita bisa karena biasa. (AD Rusmianto)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Sponsor

Sponsor
 
Support : Johny Template | Mas Template
Powered by : Blogger
Copyright © 2012-2013 C-Magz - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Edited by Baser