Buku. Satu
kata yang ampuh bila kita berbicara tentang ilmu. Dimana buku adalah tombak
seseorang meraih cita dan harapannya. Buku juga sarana maknyus untuk melepas
penat.
Tapi, akhir-akhir ini dunia buku meredup disinyalir
dengan merebaknya jaringan informasi yang pesat. Pada kenyataannya, sekarang
magnet buku untuk memuaskan pengetahuan dan hiburan menurun drastis. Era
modernisasi yang berkembang pesat merupakan alternatif lain yang kini
digandrungi berbagai usia, mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa kini
terbius dengan pesona game online
atau semacamnya. Tak pelak, buku dikesampingkan begitu saja. Meski tingkat
efisien waktu lebih cepat menggunakan media online, namun buku juga sarana
penting yang patut untuk dipertahankan. Sayangnya, masyarakat sekarang banyak
yang kurang menyadari hal ini. Ironis.
Budaya membaca buku mengalami fluktuasi yang cukup
serius. Namun hal tersebut tidak mematahkan para penggerak taman baca untuk selalu
berupaya menggandeng sesama dalam menikmati sebuah buku. Karena pada dasarnya,
penggerak taman baca adalah para pencinta buku juga. Tak heran, jika mereka
mati-matian mempromosikan keberadaan buku yang eksistensinya kini hampir
terabaikan. Dan mereka melakukan itu, bukan atas dasar untuk menciptakan sarana
penunjang pendidikan saja, namun juga ingin berusaha menanamkan semangat minat
baca pada generasi muda sejak dini. Bagi mereka anak-anak adalah dunia yang
produktif sekaligus selektif untuk memilih berbagai jenis bacaan. Maka dari
itu, diharapkan penggerak taman baca dapat lebih hati-hati menempatkan buku
sesuai dengan tingkatan usia tentunya. Jangan sampai bacaan untuk dewasa atau
remaja diberikan kepada anak-anak usia SD.
Taman Baca
Pelangi Cita yang berada di kota ukir Jepara contohnya. Secara kuantitas
buku yang berada di taman baca tersebut memang masih sedikit dan tidak sebanyak
taman baca lain, namun pilihan lokasi yang tepat membuat taman baca tersebut
sering dikunjungi, terutama dengan anak-anak yang haus akan bacaan.
Taman Baca Graha Pustaka, Taman Baca Alang-alang di
Ciawi Bogor, Taman Baca Tifa di Bekasi, serta Taman Baca Senyum juga melakukan
hal yang serupa, bagi pengurus taman baca tersebut, kesibukan masing-masing
anggotanya bukanlah hal yang serius untuk dijadikan alasan untuk mematikan
akses bacaan kepada anak-anak yang membutuhkan. Bagi mereka, memberi pengabdian
sosial seperti ini sangatlah penting untuk menciptakan masyarakat yang pintar
sekaligus bersosial tinggi. Keseimbangan hidup haruslah bisa diciptakan di
tengah carut marut manusia yang isi kepalanya hanya berkutat seputar uang.
Jadi, tidak dipungkiri lagi, taman baca adalah sarana
untuk mempertahankan buku agar tidak kalah dengan media internet. Taman baca
merupakan surga buku yang didedikasikan khusus untuk masyarakat tanpa mengambil
keuntungan komersil.
Seperti pepatah yang mengatakan kalau buku adalah
jendela ilmu, maka taman baca adalah gudangnya ilmu. Memberi tanpa mengharapkan
balas jasa agar tercipta sebuah rantai yang menghubungkan tiap-tiap masyarakat
untuk membiasakan diri membaca buku.
So, c-magz lovers, menarik buka reportase C-Magz kali
ini? Menelisik lebih jauh kehidupan para penggerak taman baca memang seru, lho.
So, ayolah mencoba mencintai buku seperti kalian mencintai kekasih kalian!
Selamat membaca ya semuanya! (*WA/Eyra)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !