Halloo cendolers semua, apa kabarnya di minggu ini?
Rubrik Enterpreneurship kali ini akan mengulik tentang profil wanita muda yang
sukses dengan kreatifitasnya. Tanpa perlu berlama– ama, mari kita simak
bersama. :)
Nadia Mutia Rahma, seorang wanita muda yang sukses
dengan kreatifitasnya. Bermula saat sedang mengikuti program pendalaman bahasa
Jepang di KAI Japanese Language School, di sana ia berkenalan dengan siswa yang
berasal dari wilayah Skandinavia. Salah satu budaya yang mencuri perhatiannya
adalah tradisi memakai clog atau kelom. Ia mengaku jatuh cinta dengan alas kaki
dari kayu tersebut. "Sebenarnya tradisi memakai kelom bukan hanya milik
orang Skandinavia. Di Jepang dan Indonesia juga ada. Di Jawa, kelom disebut
dengan teklek," jelasnya.
Kepincut bisnis sepatu
Usai belajar di KAI, putri pasangan Nanang Sunarya dan
Noerdiyanti ini lalu mengambil jurusan Fashion Introduction di ESMOD Tokyo. Di
sini Nadia banyak belajar mengenai seluk-beluk dunia fashion, termasuk sisi
bisnisnya. Saat menempuh kuliah, Nadia sering mengikuti seminar fashion. Salah
satunya adalah seminar dari Hiko Mizuno, seorang desainer sepatu asal Jepang.
Di seminar tersebut, ditampilkan cara-cara memproduksi sepatu. Melihat
keseriusan dan ketelitian para pengrajin sepatu di Jepang yang dipaparkan dalam
seminar tersebut, Nadia pun tertank untuk terjun ke bisnis sepatu. "Di
seminar tersebut dijelaskan sejarah, teknik, dan pengembangan produk sepatu.
Ternyata sangat menantang. Saya jadi tertarik mendalaminya," cerita Nadia.
Karena suka dengan alas kaki kelom, ia pun bertekad
untuk menciptakan produk kelom dengan inovasinya sendiri. Selain karena minat,
Nadia mengaku mempunyai feeling yang sangat kuat terhadap bisnis kelom.
"Menurut saya, bisnis itu juga harus menggunakan feeling. Saya merasa
yakin dengan produk kelom. Apalagi masih jarang pengusaha yang berinovasi
dengan kelom di Indonesia," tuturnya.
Tak punya ijazah
Tanpa menyelesaikan kuliahnya di ESMOD Jepang, awal
tahun 2010 lalu Nadia nekad kembali ke Indonesia menyusul kedua orangtuanya
yang sudah lebih dulu kembali. Untuk mendalami proses produksi sepatu, Nadia
yang berdomisili di Yogyakarta memutuskan untuk mengambil pendidikan di ATK (Akademi
Teknologi Kulit), Yogyakarta. Setelah satu semester menempuh pendidikan di ATK,
Nadia pun memutuskan keluar.
Untuk mewujudkan bisnis yang diimpikan, Nadia
mengumpulkan modal sebanyak Rp 30 juta untuk membeli bahan baku serta membayar
pengrajin. Menurut Nadia, sulit mencari pengrajin yang mau memproduksi kelom
sesuai dengan model yang dirancangnya. Pasalnya pengrajin di sekitar
Yogyakarta, biasanya sudah memiliki pakem sendiri dalam membuat alas kaki.
"Mereka (pengrajin) rata-rata hanya membuat alas kaki dengan model yang
sudah umum. Jadi banyak yang menolak saat saya minta memproduksi kelom yang
saya desain," tutur anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir pada 12
Juni 1989 ini.
Setelah mendapatkan pengrajin yang sesuai, Nadia harus
melakukan berbagai percobaan terhadap produk kelom sampai menemukan bentuk yang
pas dan nyaman dipakai. Bermacam-macam jenis kayu diuji sebagai material utama
kelom. Tidak seperti kelom-kelom lain yang menggunakan kayu mahoni, Nadia
menggunakan kayu sampang. Kayu ini tumbuh liar di hutan Jawa dan Sumatra.
"Kayu jenis ini warnanya bersih, bobotnya ringan, dan awet. Saat dipijak
terasa halus dan nyaman," ujar perempuan yang juga hobi membatik ini.
Dengan mengusung nama usaha Kloom (baca: klum), pemasaran pertama dilakukannya
melalui Facebook dengan akun Kloom Clogshop pada bulan September 2010. Sepasang
kelom dijualnya seharga Rp 200.000. Hasilnya lumayan, 3-4 pasang kelom laku per
hari.
Namun Nadia tidak puas sampai di situ. Ia berpikir dalam
menjual produk fashion ia harus membuat konsumen puas dengan memperlihatkan
langsung wujud produk tersebut. Akhirnya ia menyewa stan bazaar di mall.
"Responsnya sangat lumayan. Sebulan omzet-nya mencapai Rp 39 juta,"
ceritanya.
Ditaksir importir
Selain pasar lokal, Nadia juga menyasar mancanegara
dengan memasarkan produk melalui toko online internasional seperti www.alibaba.com.
Usahanya pun berbuah manis. Banyak importir Eropa yang tertarik dengan
kreasinya. Salah satu permintaan ekspor datang dari Swedia yang memesan
sebanyak 250 pasang kelom. Dengan suntikan modal dari sang ayah sebanyak Rp 200
juta, Nadia merekrut puluhan pekerja dari Yogyakarta dan Tasikmalaya demi
memenuhi target. Selanjutnya, ia juga mendapatkan permintaan dari supplier di
Denmark, Belanda, dan Yunani, yang meminta 100-200 pasang kelom. Bahkan sebuah
butik di Amerika Serikat rutin memesan kelom sebanyak 100 pasang setiap
bulannya.
Saat ini, selain kelom, Nadia juga bereksperimen dengan
sandal dan sepatu model espadrille yang dipadupadankan dengan batik tulis hasil
desainnya. Selain batik, ada juga espadrille dengan sentuhan tenun. Kreasi ini
dilakukannya dengan tujuan untuk lebih melestarikan tradisi Indonesia, serta
memaksimalkan penggunaan bahan baku lokal.
Kendati sudah menjadi produk ekspor, Nadia menjamin
harga produknya masih sangat terjangkau. Untuk kelom, harga yang diberikan
mulai dari Rp 175.000 - Rp 425.000. Sementara untuk model espadrille, harganya
antara Rp 235.000 - Rp 325.000. Ada puluhan model kelom dan espadrille yang
sudah diciptakan Nadia. Berkat inovasinya, sepatu kreasinya digaet salah satu
perancang busana asal Yogyakarta untuk meramaikan pagelaran Jakarta Fashion
Week 2011.
Kalau cendolers berminat melihat–lihat kreasi Nadia, bisa
langsung buka Website: www.shop-kloom.com
atau di Facebook: facebook.com/kloomkloom.
Semoga kisah ini bisa membuat cendolers semangat
untuk bereksperimen dengan kreatifitas kalian. Kreatifitas itu bisa muncul dari
mana saja loh, yuk kita asah bakat yang kita punya agar bisa memunculkan ide–ide
baru dari pemuda pemudi penerus bangsa. Maju terus wanita Indonesia .... ! (*KA)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !