Tepat tanggal 22 Maret kemarin,
sebagian besar kawasan jalan protocol di Bali disesaki warga dengan ekspresi
yang sumringah. Di sudut lain terlihat para muda-mudi yang sudah siap dengan
obor dan spanduk masing masing. Suasana gegap gempita membuat euphoria
tersendiri terbentuk di tengah suasana pengerupukan. Pengerupukan adalah salah
satu rangkaian dari pelaksanaan tahun baru caka, dimana pada tahun ini tahun
baru caka menginjak usia 1934. Hari Raya umat Hindu ini dirayakan secara khusus
dan rutin setiap tahunnya dengan beberapa rangkaian upacara.
Ogoh-Ogoh
Patung besar dengan segala bentuk
yang diumpamakan sebagai “bhuta kala” atau roh jahat ini merupakan tradisi
turun temurun yang dilaksanakan sebagai rentetan upacara Nyepi, yakni pada hari
pengerupukan (sehari sebelum nyepi). Biasanya ogoh-ogoh ini akan diarak
keliling kota oleh sekaa truna-truni (muda-mudi) yang bertujuan untuk mengusir
para roh jahat agar tidak mengganggu manusia yang sedang melaksanakan tapa bratha
pada hari raya Nyepi. Namun, seiring berjalannya waktu ogoh-ogoh juga
difungsikan sebagai sarana hiburan untuk ditonton. Tahun ini, lumayan banyak
ogoh –ogoh yang diarak oleh muda-mudi dikarenakan ada lomba sekaligus pawai
mengarak ogoh-ogoh keliling kota. Tidak tanggung-tanggung, di kawasan sepanjang
Jalan Imambonjol, Jalan Gajah Mada sampai Alun–Alun Puputan sengaja ditutup
karena akan dipergunakan sebagai lintasan pawai ogoh–ogoh. Dari sejak pagi,
ogoh–ogoh sudah dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dan diletakkan di pinggir
jalan, hal ini tak pelak membuat beberapa ruas jalan menjadi macet karena
banyak pengendara yang tiba-tiba berhenti untuk sekedar melihat betapa bagusnya
bentuk daari ogoh-ogoh yang dibuat.
Sore harinya sekitar pukul 17.00
pawai ogoh-ogohpun segera dimulai. Warga sekitar telah memadari trotoar-trotoar
untuk menikmati sajian ogoh-ogoh yang diiiringi oleh music bleganjur (music khas
bali). Saat pawai ogoh–ogoh berlangsung, banyak kejadian-kejadian tidak terduga,
diantaranya ada salah satu ogoh-ogoh yang bagian kepalanya tiba-tiba patah
dikarenakan terlalu keras berguncang saat melakukan atraksi memutar sebanyak
tiga kali di perempatan jalan, sontak hal ini membuat para penonton tertawa.
Sungguh mahakarya seni masyarakat
Bali dalam bentuk ogoh-ogoh ini patut diacungi jempol, dengan segala
kreativitasnya, ogoh-ogoh yang dibentuk seperti memiliki kekuatan magis
tersendiri. Berbagai macam bentuk ogoh-ogoh menghiasi pawai pada saat
pengerupukan, di antaranya ada yang berbentuk Rangda, Celuluk, Leak, Bhuta Kala
dan ada juga yang berbentuk Dewa-Dewa sedang berperang melawan musuhnya. Selain
itu, ada juga ogoh-ogoh yang berbentuk tidak biasa, yakni ogoh-ogoh POPEYE,
UPIN-IPIN dan bahkan politikus Angelina Sondakh dan Nasarudin juga ikut-ikutan
dibuat menjadi bentuk ogoh–ogoh. Setelah diarak keliling kota, sebagian besar ogoh–ogohpun
dibawa ke setra (kuburan ) untuk dibakar, hal ini sebagai symbol pelenyapan
kekuatan jahat di muka bumi.
NYEPI
Esok harinya, tibalah hari raya
Nyepi, diamana pada hari itu penduduk di seluruh daerah Bali harus mengikuti
aturan–aturan, yakni tidak boleh keluar rumah, tidak boleh menyalakan lampu,
tidak boleh bersenang-senang dan tidak boleh bekerja. Sejak pagi hari suasana
menjadi sunyi, tidak ada kendaraan yang biasanya lalu-lalang membuat macet,
seluruh toko dan fasilitas umum tutup. Hanya kicauan burung dan ayam yang
menghangatkan suasana. Bali seolah tanpa kehidupan. Disinilah letak
istimewanya, dengan dilaksanaknnya Nyepi polusi dapat diminimalisir, selain itu
dapat menghemat energy sbesar kurang lebih 4 triliun rupiah. Walaupun kegiatan
ekonomi agak sedikit terganggu tapi sudah terbayar dengan penghematan yang
dilakukan. Nyepi yang gelap juga tidak menakutkan, malam harinya
bintang-bintang di langit Bali terlihat lebih banyak dari biasanya dan itu
nampak indah sekali. Warga Balipun berharap di tahun baru caka ini kehidupan
akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. (*PN, YKF)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !