Salah satu dari personil
Perempuan Fiksi yang sangat berbakat dalam bidang menulis dan sudah
menghasilkan beberapa karya yang dimuat di media massa adalah, Nimas
Aksan. Istri dari Irwansyah Ardianysah dan Ibu dari Neil Eufrat Ibrahim
ini selain menulis, kerap aktif sebagai pengurus di Grup Cendol. Bagi
yang sudah baca novel “Janji Es Krim” dan “Suker” tentu sudah tau dong
betapa kerennya karya Nimas Aksan. Nah, C-Magz kali ini akan mengupas
tuntas tentang sosok Nimas Aksan untuk kalian semua.
C-Magz : Apa kabar Teh Nimas? Lagi sibuk apa nih?
Nimas : Alhamdulilah, kabar saya baik. Saya sedang sibuk menulis novel terbaru saya dan mengurus keluarga.
C-Magz : Teh Nimas sejak kapan sih hobi menulis?
Nimas : Aku nulis sejak SMP kelas 1, paling nulis karangan di buku
tulis, atau nulis puisi. Pernah juga puisiku dimuat waktu aku SMP di
koran lokal, seneng banget rasanya. Tulisan-tulisanku cuma dibaca
temen-temen deket aja.
C-Magz : Ada cerita khusus dan menarik enggak ketika kecil tentang menulis dan membaca?
Nimas : Waktu kecil duniaku emang dunia menulis-membaca. Ayahku walau
bukan penulis, tapi kalo menulis surat buat ibuku itu puitis banget,
dan suratnya selalu dibacakan ama ibu ke anak-anaknya. Ayah selalu
mengikutsertakan aku ke lomba-lomba baca puisi, meski aku lebih suka
ikut lomba baca cerpen. Kelas 3 SD aku udah disuruh baca buku sastranya
Buya Hamka yang judulnya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dan ayahku
(percaya gak) akan menggelar sesi bedah buku untuk membahas
bareng-bareng seusai makan malam. Ibuku kutu buku, semua buku dan
majalah dilahap, dan aku jadinya ketularan. Apa yang beliau baca aku
baca, termasuk majalah kartini dan Femina, langganannya. Kami sering
banget berebut bacaan. Ayah ibuku emang pecinta sastra, meski mereka
bukan pelaku, cuma penikmat aja, sayangnya udah nggak ada. Kalo masih
ada pasti bangga banget salah satu anaknya ada yang jadi penulis.
C-Magz : Karya-karya Teh Nimas itu diterbitkan di media mana saja dan novel apa saja yang sudah dibuat?
Nimas : Cerpen yang pertama terbit itu di Femina, tahun 2010. Judulnya
My Secret Garden. Ini adalah jawaban do'aku, dari dulu aku pengen
banget punya karya berjudul My secret garden, karya tentang kehidupan
perempuan. Kemudian cerpen-cerpen lainnya, ada 'Sisirlah Rambutmu
setiap kau masuk kamar', juga terbit di Femina, 2011. Lalu 'Satu Tiket
Untuk Kembali' juga diterbitkan femina Desember 2011 lalu. Dan insya
Allah dalam waktu dekat satu lagi akan diterbitkan femina. Terus ada
cerber di majalah Story yang berjudul 'Akhir Tarian Senja' dan cerpen
di Gadis berjudul 'Bukan Pilihan Kedua'. Untuk novel, yang solo baru
Janji Es Krim, kalau antologi, ada Lemon Cake, Suker, Perempuan Itu
Sesuatu, dan Janda VS Berondong.
C-Magz : Suka dan duka yang Teh Nimas alami selama menggeluti dunia menulis apa saja sih?
Nimas : Suka duka dalam dunia penulis, aku sukanya banyak. Bisa kenal
banyak penulis keren sekaliber Donatus A Nugroho dan Gola Gong, juga
Hilman Hariwijaya misalnya. Mereka itu idolaku waktu kecil, juga Nestor
Rico Tambunan dan Farick Ziat. Nita Tjindarbumi juga. Nggak nyangka
kenal ama mereka. Dulu aku sering bolak-balik Cirebon-Jakarta demi
belajar skenario ke mas Salman Aristo dan mbak Luvie Melati. Sekarang,
apa yang aku dapat, pastilah merupakan buah dari kegigihanku mengikuti
jalan ini. Tuhan tau, hanya menunggu. menunggu kita sendiri yang
merubah nasib. Suka lainnya, kalo karya dimuat majalah atau novel
di-acc penerbit. Seneng banget, bisa melahirkan karya. Dukanya? Apa ya?
Mungkin aku berduka kalau ada penulis yang (mohon maaf) kehidupan
ekonominya nggak bisa ditolong oleh tulisan hebatnya. Aku kenal
beberapa penulis (bukan di cendol ya) yang mengaku sulit hidupnya.
Padahal ini mungkin karena beberapa faktor aja, aku nggak ngerti, tapi
kulihat yang hidupnya sangat makmur dari tulisan juga banyak.
Sebenarnya untuk jadi kaya atau makmur itu masalah gimana cara kita
melakukan pekerjaan kita, selain juga ditunjang nilai diri kita. Sedih
lainnya, kalau karya kita ditolak, hehehe...
C-Magz : Bagaimana dukungan keluarga Teh Nimas terhadap profesi menulis Teh Nimas?
Nimas : Dukungan keluarga? Aku jelas enggak akan bisa seperti ini dan
menghasilkan karya-karya tanpa dukungan mereka. Terutama suami aku, dia
yang memodali semua fasilitas menuju altar buku. Dia yang mendorongku
ikut semua pelatihan menulis di Jakarta (sebelum kenal Cendol), dia
juga selalu mendukung kegiatanku di Cendol dan mengijinkan aku pergi
kemana-mana untuk urusan Cendol, dia juga membelikan segala perangkat
menulis untukku dan memberikan keleluasaan aku dengan dunia
kepenulisanku. Makanya tiap dapat honor dari majalah, uangnya aku
belikan barang-barang mahal buat suamiku, gak peduli honornya abis cuma
buat itu. Dan dia bangga. Kalau orang tua masih hidup, pastilah mereka
juga sangat mendukung, mengingat jiwa menulisku aku dapat dari mereka.
Selain itu ada kakakku, adik-adik, semua mendukung. Anakku juga, meski
belum pernah baca tulisanku. Dia pernah bikin puisi untukku, yang bagus
banget, dan aku yakin itu didapat dari bakat yang mengalir di darahnya.
C-Magz : Wouuw ... jadi terharu atas pengorbanan dan dukungan yang
diberikan keluarga Teh Nimas, jadi kepengen juga punya suami seperti
itu. Nah, hobi lain selain menulis apa nih?
Nimas : Hobi lain
selain menulis? Aku suka nyanyi ama ke salon...hahahaa...tipikal banget
ya. Juga window shopping, kalo ada duit ya belanja. Beneran, tiga hobi
itu kurasa bener-bener memuaskan batin dibanding hobi lainnya. Nyanyi
di karaoke bisa ngilangin galau, juga mendekatkan diri ama temen-temen.
Kalo ke salon bisa bikin penampilan terawat, awet muda, dan belajar
menghargai diri sendiri. Belanja? Itu terapi hati, daripada ngerumpi
sama tetangga. Aku juga banci tampil, di setiap acara apa aja kalo ada
organ tunggal langsung maju. Enggak tau malu.
C-Magz : Ada pesan khusus enggak buat penulis pemula agar mereka terus termotivasi untuk berkarya?
Nimas : Pesan untuk penulis pemula, jangan ada kata nggak bisa atau
nggak sanggup. Untuk langkah awal, tarik semua kesempatan. Setelah kita
cukup dengan semua batu loncatan itu, mulailah membuat prioritas.
Sekarang lagi banyak lomba-lomba menulis, terus workshop menulis, dan
kelas Cendol punya kelas menulis gratis, ikut semuanya. Karena kalau
kita serius pengen nulis, pengen jadi penulis, ya berjalanlah di jalur
yang dilalui para penulis, bukan di jalur lain. Semua akan mengarah
pada satu titik. Setelah kita mulai bisa menegakkan karya, mulailah
buat prioritas, mana yang perlu kita dahulukan, mana yang perlu
ditinggalkan. Enggak usah main sabet segala lagi. (*RV)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !