Bertempat di Aula
Nurcholis Madjid Universitas Paramadina, (05/04) digelar sebuah acara amal yang dibuka
untuk umum, bertajuk ‘Malam Cinta untuk Radhar Panca Dahana; Cerita Belum
Selesai’.
Radhar Panca
Dahana, yang dikenal sebagai sosok sastrawan senior, esais, kritikus sastra,
jurnalis dan seniman teater, memulai debutnya di bidang sastra sejak usia 10
tahun lewat cerpennya di Harian Kompas
berjudul “Tamu Tak Diundang”. Setelahnya beliau juga pernah menjadi redaktur majalah Kawanku (1977), reporter, hingga pemimpin redaksi di berbagai
media, seperti ; Hai, Kompas, Jakarta
Jakarta, Vista TV dan Indie.com.
Radhar juga telah mengeluarkan puluhan karya cerpen, esai, buku, puisi, hingga
kumpulan drama. Di samping semua prestasi yang pernah disandangnya, kini, sosok
itu tengah terbaring di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, karena menderita
gagal ginjal dan sejumlah penyakit lainnya. Operasi fistula telah dilakukan,
namun ia masih memerlukan perawatan panjang dengan biaya yang besar pula. Walau
begitu, sosok ini tak pernah menyerah, ia terus berkarya sampai sekarang, dan
pada pertemuan Pengarang Indonesia di Makassar, 25-27 November 2012, ia
menggagas berdirinya organisasi mengarang, dan menjadi penanggung jawab
organisasi tersebut dengan tujuan melindungi hasil karya pengarang dan juga
melindungi pengarang. Sebuah memoar yang seperti ‘nafas’ bagi kelangsungan
dunia kepenulisan di Indonesia.
Atas dasar itulah,
tak salah jika sosok Radhar Panca Dahana termasuk pribadi yang terperhatikan
dan tak terlupakan di dunia sastra Indonesia. Untuk membantu biaya pengobatan
beliau, maka diadakanlah acara amal ini. Digawangi penulis Kurnia Efendi, acara
ini digelar selama kurang lebih 3 jam (Pukul 19.00 s/d 21.00). Beberapa sesi
pertunjukan digaungkan untuk memperkenalkan sosok Radhar di depan khalayak yang
hadir. Sesi pertama dibuka dengan pembacaan profil Radhar Panca Dahana oleh
Kurnia Efendi, selain itu ada juga sesi pembacaan puisi-puisi Radhar oleh beberapa budayawan dan seniman terkenal,
seperti Krisna Pabichara, Bamby Cahyadi, Ray Sahetapi, Slamet Rahardjo, M.
Fadjroel Rahman, Pak Jodi (wartawan Kompas),
Teguh Esha, dan banyak yang lainnya. Digelar juga sesi pelelangan buku-buku
Radhar yang limited edition (kurang lebih ada 9). Bukan hanya buku, lelang
sketsa Pak Raden –Dr Suyadi- (2 sketsa) juga dilakukan guna mencari dana untuk
Radhar. Pertunjukan musikalisasi puisi yang ciamik membuat acara ini kian
berwarna.
Acara yang cukup
menyedot perhatian ini pun ditutup dengan pembacaan nominal dana yang diterima
panitia untuk Radhar. Kurang lebih total semua uang yang masuk sebesar Rp.
23.000.000,-. Dana yang terkumpul bukan hanya diperoleh saat malam amal
berlangsung tapi juga dana yang terhimpun melalui jejaring social media
(twitter).
Penyakit tak
pernah dapat menggoyahkan semangat dan pemikiran-pemikiran cemerlang seorang
Radhar. Sekali waktu beliau pernah berkata, “Mari melebur dalam satu, lupakan
tradisi, lupakan golongan, lupakan keberbedaan kita, dan sambutlah Indonesia
kita.” Sebuah gagasan ringan yang sungguh cantik, memesona sekaligus menohok
batin kita semua.
Radhar Panca
Dahana akan selalu menjadi pribadi yang takkan terlupakan oleh jaman. Sosok
yang humble dan ramah, telah membuat
sebagian kalangan tak segan-segan memberikan donasinya dalam malam amal ini. “Hiduplah
untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya,”
–Pak Harfan, Laskar Pelangi. Pada intinya, seimbangkan hidup kita dengan
berbagi, maka kedepannya, Tuhan akan makin melimpahkan rezeki kita, bukan malah
menguranginya.(*Widi Astuti)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !