Riuh tak sekadar riuh.
Demikianlah yang tergambar dalam perayaan hari raya Nyepi di Bali setiap
tahunnya. Hiruk pikuk untuk menyambut Tahun Baru Caka (dibaca : Saka) ini
sebenarnya lebih bertujuan untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan
Bhuana Agung (alam semesta) daripada berpesta pora belaka. Tahapan upacaranya
pun ternyata juga cukup banyak dan berliku. Namun inilah yang selalu menjadi nilai
plus untuk perayaan Nyepi.
Tahapan pertama jelang Nyepi
adalah diadakan penyucian diri dan juga penyucian benda-benda pusaka dalam tata
upacara yang disebut Melasti / Melis. Dalam tahapan ini, umat Hindu Bali
terlebih dahulu membersihkan diri dengan mandi di laut atau danau yang dianggap
sebagai sumber tirta amertha atau air suci. Hal ini dilakukan secara personal
dengan harapan untuk menyucikan jiwa dan raga dari segala bentuk sifat-sifat
kotor yang ada dalam diri. Beberapa hari setelah melakukan pembersihan diri,
umat Hindu Dharma berikutnya akan mengarak benda-benda keramat dan alat
persembahyangan yang biasa disimpan di dalam Pura. Topeng Barong Singa, topeng
Barong Landung, topeng Rangda, serta topeng juga patung-patung lainnya ini akan
dibersihkan pula dengan tirta amertha dalam tata upacara yang lebih bersifat
konvensional. Ke semuanya bersesajikan aneka buah, daging, dan hasil pangan
lainnya.
Lepas melakukan Melis, umat Hindu
Dharma melakukan upacara penyucian besar-besaran dalam upacara Pangrupukan
(baca : Pengrupukan). Tahapan yang jatuh pada Kamis, 22 Maret 2012 ini
dilakukan dengan cara mengarak ogoh-ogoh keliling jalan raya hingga ke pusat
keramaian kota. Ogoh-ogoh merupakan sebentuk boneka berukuran besar yang
terbuat dari jalinan bambu yang dianyam dan dijalin sedemikian rupa sehingga
membentuk sosok yang pada umumnya merupakan perwujudan raksasa sebagai wujud
segala sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Seiring trend serta kemajuan
jaman, bahan dasar bambu pun beralih menjadi styrofoam. Bahan yang akrab dengan
acara komedi televisi ini dinilai lebih efisien dan memiliki beban yang lebih
ringan untuk diangkat dalam perarakan pawai.
Pawai ini menyebabkan Bali,
khususnya kota Denpasar, seolah dikuasai oleh berbagai rupa dan bentuk perwujudkan
dewa serta bhuta kala (mahluk astral pengganggu manusia) dalam waktu singkat.
Masing-masingnya tampil memukau dengan balutan kesempurnaan seni
kegotongroyongan yang luar biasa. Penggambaran bentuknya pun begitu beragam.
Mulai dari sosok Narahimsa (Narasinga, dewa berkepala harimau yang merupakan
salah satu perwujudan Dewa Wisnu), Dewa siwa, Dewi Durga, Dewa Ganesha, Garuda
Wisnu Kencana, hingga Candra Birawa. Pertarungan legendaris
Arjuna-Krishna-Bisma di atas kereta kencana, pertarungan Rama-Rahwana, juga
perseteruan seperti Dhursasana-Drupadi dan Rahwana-Sinta, serta bermacam scene
menarik dalam Bharatayuddha juga tak luput menjadi model ogoh-ogoh. Rangda,
Calonarang, Leak, Barong, Celuluk, Kuntilanak, sampai Dewa Kematian juga tak
absen memeriahkan. Sosok astral kasat mata ini hadir dalam bentuk penggambaran
asli maupun yang sudah dimodifikasi modern. Tak lupa, penggambaran potret
keseharian perilaku sosial dan tokoh-tokoh terkenal di sekitar kita. Seperti
sosok Spongebob, Patrick, domba dan anjing penggembala ‘Shaun The Sheep’, Upin
dan Ipin, kartun Krishna, kontroversi tajen (sambung ayam) dan sosok Primadona
Senayan-Angelina Sondakh. Dulu juga muncul ogoh-ogoh berbentuk sosok Inul
Daratista yang kala itu sedang panas mengguncang dengan goyang ngebornya.
Sedikit berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya, perayaan Pangrupukan Tahun Baru Caka yang jatuh pada
tahun 2012 ini terasa lebih ramai. Pukul 18:00 WITA para warga sudah ramai
berdesakan di pinggir jalan-jalan protokol untuk melihat perakan ogoh-ogoh oleh
para pemuda-pemudi. Jumlahnya cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya di
jam yang sama. Jumlah personil Kepolisian yang diterjunkan untuk menjaga
keamanan pawai pun terlihat jauh lebih banyak. Hal ini dikarenakan pula adanya
isu terorisme yang konon sudah mulai membidik Bali sebagai korbannya lagi.
Hiruk pikuk ini benar-benar
berakhir sekitar lewat tengah malam dimana jam semakin berdetik mendekati waktu
‘Catur Beratha Penyepian’ yang jatuh pada hari Jumat, 23 Maret 2012. Aktivitas
warga ke kantor, pasar, sekolah, atau tempat-tempat keramaian lainnya
benar-benar tak terlihat sejak pukul 06:00 WITA. Di jalanan pun tak terdengar
suara bising dan bau asap knalpot kendaraan umum ataupun pribadi. Pulau Bali
yang biasanya bergeliat sebelum matahari terbit, pagi ini bagai kota mati tak
berpenghuni. Tak tampak canda tawa anak-anak di sekolah, dan tak ada suara
ibu-ibu tawar-menawar di pasar. Bali sedang beristirahat sejenak, mengusir
penat dari aktivitas dan kesibukan duniawi. Catur Beratha Penyepian meliputi
tidak menyalakan sumber cahaya (Amati Geni), tidak bekerja (Amati Karya), tidak
bepergian (Amati Lelungan), dan tidak bersenang-senang (Amati Lelanguan). Turut
disarankan pula menjalankan puasa (Upawasa) dan Monabrata (pantang bicara)
sesuai kemampuan masing-masing.
Bali pun menjelma sebagai pulau
tak berpenghuni. Semua warga berdiam diri di dalam rumah masing-masing. Listrik
yang masih ada pun seolah dimanfaatkan dengan sangat pelit oleh masing-masing
warga. Bagi warga yang tidak beragama Hindu, mereka menutupi celah pintu,
jendela, serta ventilasinya serapat mungkin hingga tidak ada seberkas cahaya
pun yang menelusup keluar. Namun sayang, sudah selama 2 tahun ini langit Bali
selalu diliputi mendung sehingga menyembunyikan pijar bintang yang seharusnya
terlihat sangat jelas saat Bali ‘mati suri’ tanpa cahaya kota. Semuanya berdiam
dalam rumah diiringi deru hujan tanpa ditemani siaran televisi.
Adat kebiasaan unik yang terus
dipegang teguh oleh seluruh warga Bali ini konon ikut menghemat 3000 kiloliter
BBM bersubsidi dan 4 miliyar rupiah biaya listrik Nasional. Sungguh merupakan
‘waktu peristirahatan bumi’ yang patut diterapkan di berbagai belahan dunia.
Sholat Jumat bagi umat Muslim pun tetap berjalan dengan khidmat dengan catatan
tidak diperkenankan menggunakan kendaraan bermotor dan harus berjalan kaki,
tidak boleh bergerombol, tidak boleh sambil merokok saat menuju mushola ataupun
masjid. Pelayanan rumah sakit dan hotel pun tetap beroperasi seperti biasanya
namun dengan pembatasan yang disesuaikan.
Keheningan Bali ini berakhir pada
Sabtu, 24 Maret 2012 tepat pada pukul 06.00 Wita. Seusai Nyepi, seluruh sendi
kehidupan mulai bangun kembali dari tidurnya dan bergulir bagai roda yang
berputar. Pada hari ini kedua Tahun Baru Saka tersebut, umat Hindu melakukan
Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga. Satu sama lain saling
mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain untuk memulai
lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi
yang memandang bahwa semua manusia diseluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain,
memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.
[PN]
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !