My Twin My Rival
~Mala Sitta~
~Mala Sitta~
Brakk …!
Pintu kamar mengerang garang ketika kubanting. Tas yang kulempar sembarangan sukses mendarat di kolong meja. Kuhempaskan tubuh di atas dipan.
Dalam cermin lemari yang di tempatkan di sebelah dipan, aku melihat wajah yang kubenci, Wajah Andre. Tapi, itu mustahil. Karena hanya ada aku sendirian di sini.
Namaku Andra. Orang orang lebih mengenalku sebagai Si kembaran Andre. Panggilan yang memanaskan telinga. Bagaimana tidak? Aku selalu dianggap sebagai bayangan Andre. Apalagi Andre yang terlahir dengan sejuta kecakapan dalam segala hal. Sedangkan aku cuma terlahir sebagai figuran. Menjadikanku si nomor dua. Ini siksaan bagiku.
"Ndra, Mama suruh makan tuh," kepala Andre menyembul di pintu.
"Malas!" jawabku ketus.
"Kamu kenapa? Sakit?" Ada nada khawatir di suara Andre. Aku yang sudah terlanjur benci tidak menyadari hal itu. Bagiku Andre adalah rival.
"Pergi sana kamu! Aku mau sendiri!"
"Oke. Tapi jangan sampai lupa makan, yah," ucap Andre sebelum pergi. Aku mendengus tak peduli.
"Tuhan, jika aku diberi satu permohonan, aku mau Andre tak pernah ada dalam hidupku," rutukku sembari memejamkan mata.
***
"Aku pergi dulu, Ndra. Kamu yakin nggak mau ikut?" Hari ini adalah pertandingan final kompetisi Basket antar Sekolah se-kota Pekanbaru. Tim basket sekolahku adalah finalisnya.
Sudah bisa ditebak, Andre merupakan Anggota tim basket sekolahku. Lebih tepatnya sang kapten.
"Aku di rumah aja," tolakku.
"Doakan tim sekolah kita menang yah," Andre tersenyum padaku. Aku benci senyuman itu.
"Pasti!" sahutku pura-pura. Andre segara menaiki dan memacu laju motornya. Aku terus menatap sosok Andre yang makin lama makin mengecil. Sebentuk senyuman tercetak di bibirku melihat sosok Andre yang telah menghilang dari pandangan.
***
Dinding-dinding putih kusam terasa kaku. Bebauan obat-obatan menyengat hidung. Memualkan. Pintu ruangan UGD terbuka. Mama keluar dengan wajah pucat dan pipi yang basah. Ia menghempaskan diri di sebelahku.
"Sayang, Andre mau bicara berdua sama kamu," ucap Mama terisak.
"Iya, Ma," jawabku datar bangkit. Lalu memasuki ruangan tempat Mama keluar tadi. Di atas ranjang, Andre terbaring dengan infus di lengannya. Mesin pacu jantung tertata apik di dekat Andre. Bip! bip! bip!
"A ... Andra," Pangil Andre lemah Aku mendekat, dan duduk di sebelahnya. Bip!
"Iya. Ini aku, Ndre." Andre tersenyum padaku. Bip!
"Kata Mama kamu mau bicara padaku. Apa?" tanyaku. Lagi. Andre kembali tersenyum.
"A ... aku sayang ka... kamu, Ndra. Aku ba ... bahagia menjadi sa ... saudara kembarmu." Biiip...
Setelah mengucapkan itu mata Andre terpejam. Seulas senyum tersungging di bibirnya. Mesin pacu jantung itu terus berbunyi 'bip' panjang. Garis lurus horizontal terlihat di monitornya. Tubuhku menegang melihat wajah Andre yang memucat. Tanganku meronggoh sesuatu di dalam saku celanaku. Aku memandang Sebilah pisau lipat yang tadi kugunakan untuk memotong tali rem motor Andre. Aku tersenyum puas. Kompetisi antara aku dan Andre telah usai.
Akulah pemenangnya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !